Puisi: Kerbau di Toraja – Husni Djamaluddin

Husni Djamaluddin

seekor kerbau hitam melangkah perlahan di pinggir jalan
             Makale-Sillanan
seekor kerbau belang dituntun orang menyeberangi kali
             Makale-Pangli
ke mana kerbau itu menuju mana aku tanya mana aku tahu
             mungkin saja
pada suatu waktu pada suatu desa pada suatu upacara
keduanya bertemu keduanya malu-malu keduanya lalu diadu
siapa juara seruduk siapa bakal terjegal
siapa dahinya besi siapa lehernya eboni siapa pahanya baja
siapa paling lama bertahan siapa paling garang menyerang
siapa tanduk siapa tunduk siapa takluk
maka yang kalah akan rebah di tangah jagal
dan yang menang puas yang menang sempat bernapas beberapa
             saat menjelang datang saat tumbang diparang jagal
lalu
    satu-satu
       kerbau itu
          menyerahkan lehernya pada Toraja

ambillah, Torajaku yang duka Torajaku yang pesta
ambil nyawaku
ambil tubuhku seluruh
ambil diriku ambil dariku segala-galanya
minum darahku kelupas kulitku bagi dagingku
masak lemakku putus ususku potong ekorku
parang tulangku kapak kepalaku pisau jantungku
belati hatiku pasang tandukku

             di tiang tolak somba
             di dinding rumah adat
             di tempat keramat
             di tempat terhormat

          mungkin saja
          mungkin juga

keduanya tak pernah bertemu kedunya tak perlu
          malu-malu keduanya tak akan diadu
yang hitam akan pergi berdiam di Bamba Puang
yang belang sedang menuju Ulu Sa’dang

          mungkin saja
          mungkin juga

tidak ke sana tidak ke arah yang aku duga
mana aku tahu mana aku tanya mana aku periksa

yang aku tahu yang aku tanya yang aku rasa
ketika itu mengapa aku begitu terharu
             melihat kerbau
yang hitam melanglah perlahan di pinggir jalan
             Makale-Sillanan
yang belang dituntun orang menyeberang kali
             Makale-Pangli

Sumber: Bulan Luka Parah (Pustaka Jaya, Jakarta, 1986)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.