Hartojo Andangdjaja (1930-1990)
Kota-kota tercinta
antena-antena pemancar beragam suara
antena-antena penangkap hingar dunia
timbunan kegiatan dan tempat kesibukan bermuara
di mana siang yang membakar memeluhkan keringat
kerja
mengepulkan debu dan kau bensin di udara
dan malam yang menyegarkan memulihkan kembali
segala tenaga
kadang dengan sinar menggenang di mana-mana
dan bulan bersarang di pohon cemara –
kota-kota yang kadang bertekun dalam kerja
dan kadang-kadang ketawa dan alpa
yang di sibuk siangnya menghitung merencana
membuat grafik, menulis angka-angka
dan di senggang malamnya menyalakan lampu-lampu
pesta –
kota-kota di mana pengemis dan jutaan anak
kandungnya
di mana dalam peluknya yang mesra
pelacur melupakan sendunya
dan penyair menyusupkan rindunya –
kota-kota yang mengasuh aku dalam peradabannya
dan melambaikan padaku kibaran biru mimpi-mimpinya
yang melatih aku bersepatu
mengajar aku membaca buku-buku
dan membuat aku menuliskan dalam sajak segala yang
kurindu –
kota-kota ini
di manakah akan kulihat kembali
kalau aku mati nanti
Aku akan melihatnya kembali
– kalau aku mati nanti –
dalam jiwaku sendiri
seperti panorama-panorama dalam mimpi
seperti tamasa-tamasa dalam puisi
seperti peta-peta, yang terkembang dalam diri
Sumber: Buku Puisi (PT Dunia Pustaka Jaya, Jakarta, Cet. I, 1973; II, 1982; III, 2000, IV, 2001)