Puisi: Kutuk – Saddam HP (l. 1991)

Saddam HP (l. 1991)

Kutuk

Lontar yang tinggi hati, jadilah tuak. Tak
Ada ular yang melilit atau harapan yang sulit.
Tuhan mengetuk-ngetuk kakinya ke tanah.

“Aku telah bosan minum anggur.”

Kesiur angin menguji pucuk tertinggi,
sebab riwayat gapai tak pernah
mencapai langit.

“Diamlah…”

Nira jatuh setetes lagi di depan alas
Kakinya. Angin henti berembus.

“Bila haik* tak penuh, esok kau kering.”

Debu kaki dikebaskan, tempias.

(Penfui, 2018)

*haik: wadah dari daun lontar untuk menampung nira yang disadap.

Sumber: Basabasi.com, 26 Maret 2019.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *