Hamdy Salad (l. 1963)
Kami Masih Juga Berbaring di Rumah Ini
Dan kami masih juga berbaring di rumah ini
menyedot luka yang dingin dari dasar lantai
haluan berputar bagai bulan berputar
mengelilingi bumi dan langit yang bersinar
Lalu meregang dan berdiri di atas gelombang
memutar sampan ke rahim semesta
hingga ruh yang ditiupkan angin
menjadi satu dalam daging percintaan
Meski matahari kehilangan cahaya
dan mengering di dasar rawa-rawa
mahkota kebesaran itu harus dicari
di telapak kaki ibu, perempuan sejati
Mengaji dan terus mengaji di tengah sunyi
merengkuh waktu yang dipanjangkan alam
membuka pintu dalam segumpal darah
sampai senja berserah diri di kekal zaman
Seperti kata dan kalimat berlapis tinta
kami bangun rumah cinta di luar kepala
separuh bumi terpekur dalam pangkuan
membelah bulan dengan warna keemasan
Lalu fajar kembali merah di ufuk timur
mengutuhkan janin dalam sembilan kandungan
sampai mahar menjadi embun penuh berkah
mendendangkan lagu rindu dari segala arah
Bayi-bayi telah dilahirkan dari rahim suci
tanpa fantasi dan kemewahan benda-benda
seperti dalam radio atau iklan televisi
juga pasar dan plaza yang digelar kaum pemangsa
Bayi-bayi telah dilahirkan dengan syair cinta
jauh dari kubur dan aroma kamboja
tanpa kawat dan bersi-besi berkarat
yang menggulung kebahagiaan dalam sekejap
Tak ada lelaki dan perempuan berpasangan
yang berdiri mengetuk pintu di gerbang malam
lalu tersedu dalam linangan airmata
meraung-raung bagai sirine tanda bahaya
Maka itu, sambutlah kedatangan anakmu
bergegaslah bagai Muhammad menjemput Fatimah
menggemburkan kurma dalam mulut bismillah
dan menempelkannya di ujung lidah yang baru
Kambing-kambing menunggu untuk disembelih
dalam rumah cinta yang telah dibersihkan
agar jiwa yang putih menjadi berseri
menerima ketentraman dari pemilik sejati
Seperti Lukmanul Hakim yang terkenal itu
semua anak terpaku dalam panggilan Tuhan
merekatkan selimut paling lembut
hingga rupa dapat berpaling dari lambaian Kan’an
Kalau usia telah mengajak ke alam baka
tak ada suara yang bisa berkabar
kecuali doa bertudung mawar
yang bergerak dari sujud sang anak
Tapi anak bukanlah perahu dalam samudra
bukan pula bahtera rindu
tempat berlayar segala cinta
menuju dermaga di pelabuhan waktu