Iman Budhi Santosa
Selembar daun angsana yang gugur musim ketiga
dinihari menyapa (dengan wajah kecewa)
setelah terinjak sepatu bersama semut hitam di bawahnya
yang harus mati sebelum menemukan remah berkah
yang tengah dicari atau dicuri.
“Apa yang kau tunggu di sini, laki-laki tua?”
Tapi, laki-laki beruban itu merasa tak ada siapa-siapa
di bawah sepatunya, karena dirinya hanya mondar-mandir
sambil mengunyah catatan lama
“Di sini pernah ada Rendra.” Gumamnya
setelah di sepanjang tembok kusam
tak ada lagi poster dan iklan teater.
Tak ada lagi denting gitar melantunkan puisi
yang tak pernah dimuat oleh koran-koran besar
Waktu sepotong kenangan melintas
di seberang balkon tua lantai dua
lagi-lagi ia berhenti. “Di situ ada Umbu.”
gumamnya, setelah merasa di sana hanya ada gelap
dan aroma karat. “Benarkah ini Malioboro yang dulu?
Benarkah sekarang jadi makam, jadi lorong hantu
milik iklan siang malam yang terus mengharu-biru?”
Maka, berhari-hari ia pun mencari
orang-orang yang masih menggenggam puisi
berhari-hari mencari sketsa lukisan
seperti disimpan handai taulan
dan dimuliakan pada kamar-kamar pribadi.
Tapi, yang ditemukan hanya suvenir yang sengaja diukir
oleh tangan para fakir membuat cerita terus bergulir.
Tengah hari ketika hidup serasa makin diburu-buru
sekali lagi ia melangkah ke utara, mencari puisi
yang dulu disembunyikan di celah pintu warung kopi
yang sekarang tiada (dan sejarahnya pun tak ada)
Demikianlah. Senantiasa ada orang-orang gila
merasa Malioboro miliknya. Ada orang-orang buta
merasa Malioboro seperti yang diraba.
Ada orang-orang bisu bahagia melukis Malioboro
dengan lidahnya. Ada orang-orang tuli
yang tak pernah mendengar
hiruk-pikuk Malioboro begitu bebas merdeka.
Ada orang-orang lumpuh yang senantiasa mengaduh
ketika harus patuh menuai peluh
beringsut sepanjang Malioboro yang terbuka.
Ada rasa malu ketika tak ada lagi tegur sapa bersahabat
ratusan orang memilih hidup dalam etalase
berkubang dalam harga
dan angka-angka yang senantiasa berkhianat
2009
Sumber: Ziarah Tanah Jawa (Intan Cendekia, Yogyakarta, 2013)