Arian Pangestu (l. 1991)
Pagi yang Ramah
Aku tak dapat membedakan pagi yang ramah atau awan yang marah
di atas sana langit begitu sengit menabur hujan menahan langkah kakiku
di kota yang rusuh ini, kembali aku dan kau sekali lagi gagal bertukar
ciuman yang sudah berminggu-minggu tertahan dan terasingkan.
Aku tak dapat menerjemahkan pagi yang ramah dan hati yang marah
memendam seribu kecewa yang dihanyutkan pada banjir di jalan raya
sebelum pesan darurat seperti SOS yang dikirim udara kubaca,
“Sayang sepertinya bibirku belum bertakdir untuk kaurengkuh hari ini,
tapi aku berjanji bulan depan bibirku tetap merah membara menyala
siap untuk membakar bibirmu yang kemarau itu.”
Sumber: Minggu Pagi, 10 April 2017