Puisi: Parmaen Babere – May Moon Nasution (l. 1988)

May Moon Nasution (l. 1988)
Parmaen Babere

__Srimasponi Lubis

sejumput ayat di dalam cerana,
segenap niat di depan majelis,
sudikah kau menggenggam cinta,
si boru na mora lubis yang manis

datu telah memberi isyarat,
sehabis hari panas malam ini,
tujuh percik air putih di kuning mataku,
dan secupak umbut rotan,
akan menawarkan pahit ini jalan

”kok tahu lamak di umbuik,
cubolah digule pade-pade,
kok tahu di lamak hiduik,
manikah dengan gadi Sikape”

semayam emas akan menjelma,
jadi penangkal birahi cintaku,
sebelum kata-kata diungkapkan tetua,
telah

kutimbang-timbang ke arah laut,
kurenung-renung ke arah maut,

sedalam apa kata-kata keramat itu,
hingga tak pernah terdengar kabar,
dimulai dari huruf-huruf
pustahakah,
atau semacam suhuf-suhuf,
hitam-merah-putih benang yang
belum ditenun gadis-gadis desa.

oh, cinta yang marah,
malam yang ungu – penuhi
getar-getar di jakunku,
eratkan kain sungkik
yang melilit di pinggang,
kebatkan kain bersepuh emas,
sebelum jurai-jurai konde
di sanggulnya ditanamkan

gemetar itu, Cintaku,
akan menyembuhkan segala penyakit
di rambutmu yang tergerai,
(yang mengalahkan indah mayang terurai)
yang tercipta dari cintamu
yang keras kepala,
sesayat daging itu jadi
penyembuh segala sakitmu

dengarlah dampeng-dikir di bibir pedendang,
yang menari di pucuk malam.

”babiduk dik ka pulo Hilik,
manjamu si lauk masik,
bia pun pagi hiduik sakik,
tatop bajalan baduo sairik”

oh, rindu yang keparat,
teregak yang telanjur laknat,
yang mendesah di malam Jumat,
hilanglah, lindang asoklah jimat

: agar bening air suci ini,
menjadi benih yang diberkahi.

Pekanbaru, 2017

Sumber: Kompas, 29 April 2017

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *