Puisi: Perjalanan Lama: Stasiun Frankfurt – Ready Susanto (l. 1967)

Ready Susanto (l. 1967)
Perjalanan Lama: Stasiun Frankfurt

Angin kelabu, desisnya di luar napas. Jalanan beku, kereta
berderak, orang-orang berlalu. Siapakah aku? Di tengah cuaca
hampir-hampir salju, asap sigaret tak pernah bisa kutahu. Cuma
derit napas yang mengambang ke negeri hujan.

Siapakah engkau yang muncul dari balik rerimbun tiang listrik,
sengkarut gedung-gedung fana? Tangan di saku, mantel ber-
bulu – rambutmu di mana? Tak bercakap, cuma sejelas isyarat,
Bagilah aku sigaret itu. Maka kuketukkan sebatang sigaret di
bangku, memantik api ke ujung sesapmu. Senyum yang dingin
itu pun berlalu. Aku tersedak – entah asap, entah udara yang
sedingin bungkah es. Bagaimanapun, aku berlagu: senyum itu
sapaan pertama di hari-hari serupa mendung ini.

Lalu menunggu, bus belum sampai waktu. Seperti langit sekan-
vas debu, diam menyesap guguran gemuruh dedaunan. Di ujung
sana, kereta merayap-rayap di semua sudut kota, stasiun juga
menunggu. Perempuan tua dengan mangkuk buruk, meminta-
minta, tak ada yang peduli. Cuma kami yang asing di lanskap
bersih ini.

Pintu bus berdentang, tak tampak seorang penumpang! Tapi ia
merayap saja serupa mesin, tak pernah meleset dari tanda-tanda
perhentian – tegak menunggu tak kenal waktu. Duhai, begitu-
kah cinta kekasihku?

(2007)

Sumber: Sepucuk Pesan Ungu; Semenanjung, bekerjasama dengan Penerbit Bejana, Bandung, 2007.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.