Triyanto Triwikromo
“Tak perlu kauminum obat apa pun. Kau tidak sakit. Kau hanya perlu bercakap-cakap dengan malaikat atau siapa pun yang akan memberimu sayap. Kau hanya perlu malih rupa jadi kunang-kunang. Terbang menembus malam. Apakah kau pernah membaca Sirah Nabi? Kau hanya perlu membayangkan menjadi Jibril yang tak pernah berurusan dengan ajal.”
Ya. Aku tak akan berurusan dengan ajal.
“Kadar gula darahmu baik-baik saja. Jantungmu cukup kuat. Karena itu kau tak perlu takut pada sesuatu yang kauanggap bakal mencekikmu tiba-tiba. Sebaiknya kau mendengarkan azan terakhir atau suara apa pun yang belum pernah kaukenal. Apakah kau pernah minum anggur? Apakah kau pernah membayangkan menari-nari sendiri seperti Rumi? Apakah kau takut mati?”
Aku tak takut mati.
“Jika kau pusing, jika kau melihat apa pun tiba-tiba berubah menjadi bayang-bayang, pejamkanlah matamu. Pejamkanlah matamu saat semut-semut berjalan pelan-pelan di atas balok es. Pejamkanlah matamu saat orang-orang berdosa berjalan di atas Siratal Mustaqim. Apakah kematian itu begitu menggelisahkanmu?”
Aku tak gelisah.
“Apakah aku boleh menyuntikmu? Ini hanya semacam patirasa agar kau tak merasakan sakit saat para serdadu menembakmu. Apakah kau pernah merasakan candu?”
Kau tak boleh menyuntikku. Kau tak boleh memberiku candu.
Pergilah. Temuilah calon mayat lain.
2014