Sindhunata
Sekarang Kotir sudah senang
selesai sudah pengembaraan
ia pulang kandang
tahu-tahu rumahnya sudah tenang.
Bersayapkan burung sriti
harum dengan minyak serimpi
Kotir pulang ke rumah pohon
pule hijau daunnya segar
Paro petang bulan purnama
teman-temannya datang
mandi di Sendang Bagong
meraba-raba paha tak kelihatan
paha-paha putih
anak-anak Nyai Gadhung Mlati
Kotir naik sapi gumarang
melihat seribu bintang
menelan penderitaannya
istana langit terbuka pintunya
merintik turun gerimis kemenyan
jatuh jadi mutiara-mutiara doa
di atap rumah pohonnya
Harum dengan wangi bidadari
teman-teman Kotir telanjang di sendang
mereka melihat senang
Kotir sudah pulang kandang
dan rumahnya sudah tenang.
Di malam seribu bulan
katak duka katak harapan
menabuh gamelan di Jalakan.
Kotir mendengar senang
di rumah pohon dukanya menghilang
mengerjap dalam harapan
tahu-tahu rumahnya sudah tenang.
Rumah pohon di tepi Kali Boyong
batunya megah berantai emas
kalung lahar Eyang Merapi
Tiap hari Kotir mengais rezeki
pasir dihitungnya bagai butiran nasi.
Dari Pemancingan Seh Belu mampir
diberinya Kotir ilmu zikir pasir
Kali Boyong terus mengalir
nasi dari pasir tertanak dalam zikir Kotir
Kotir memandang pasir dengan mata Nabi Khidir:
samudera raya dengan segala aslinya
ternyata terkandung dalam sebutir pasir
Sebutir pasir adalah nasi
dalam sebutir pasir terkandung samudera
dalam sebutir pasir terkandung hidupnya
Kini dengan zikir pasir Kotir mengerti
apa arti: perahu yang memuat samudera raya.
Kotir menyesal, kenapa demikian lama
ia mesti mengembara mencari hidupnya
jika kekayaan hidupnya ada dan berada
dalam pasir yang tiap hari diinjak-injaknya?
Kotir tak lagi mencari hidupnya
ia sudah pulang ke rumah pohon
dan mendapati rumahnya sudah tenang
2003
Sumber: Air Kata Kata (Galang Press dan Bayu Media, Yogyakarta; Cetakan : II, Maret 2004 (Cet. I, 2003)