Puisi: Sajak Kehilangan – Agus Manaji (l. 1979)

Agus Manaji (l. 1979)
Sajak Kehilangan

Kita kelak bakal kehilangan. Apa pun
Tak cuma sepasang sandal di halaman masjid,
Karenanya sesekali kau susur lagi jejak-jejak di belakang.
Kenang-kenangan alit dari silsilah patah-patah:
Bayang kerut wajah simbah yang memudar di wajahku
Pohon mangga sengir di halaman rumah, sepeda tua
Mengarat dan sepi, jaket lusuh penuh warna detik-detik keruh
Atau deretan pohon cemara sepanjang
Jalan masuk kampung yang kini silam
Kau ajak aku ke sana. Mencatat lagi senyum
Dan tangis itu pada status facebook. Menyelipkannya
Dalam sebait doa khusyuk. Hari, tanggal, dan jam raib
Dalam gegas dalam napas, meski tak luput tersimpan
Dalam diam debu. Tapi di mana debu berserak itu?

Kita menjadi semakin asing dengan keinginan dan luka
Dan sakit yang akut. Delapan arah kehilangan wajah.
Tapi pembuluh darah terus berdenyut memburumu
Menyeruku dari keheningan hulu. Kunci motor yang hilang
Barangkali akan kita temukan kembali. Hidup kita
Ternyata peristiwa penemuan dan kehilangan
Pertemuan dan perpisahan semata.
Lebuh suwung lubuk kalbu, degup melindap
Dalam deru perjalanan rindu. Akukah
akan menghilang lebih dulu
Lalu menatapmu bersama debu? Merindukanmu
Menunjamkan wajah dalam sujud doa.

2019.


Sumber: Basabasi.co, 5 Mei 2020; 
Cermin Waktu (BukuKatta & Taman Budaya Jawa Tengah, 2019)

Puisi-Puisi Agus Manaji; Masker

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *