Dharmadi (l. 1948)
Di Dalam Sepetak Kamar
ia pun masih membiarkan daun jendela terbuka;
malam makin merapat. memandang jauh hanya
bayang pepohonan sesekali bergoyang
di bawah sisa-sisa cahaya bulan
luput dari perangkap awan yang mencoba
mengurung dalam laut kelam.
sambil mendulang waktu ia pun merasakan
beda rasa udara; “malam menua,” gumamnya.
angin terus mengalir membuka tabir riwayat
tersimpan pada dingin dinding kamar
bau udara masa lalu tak bisa juga terhapus
dengan warna cat baru yang secerah apa pun.
kolong ranjang perkawinan menjelma lautan
kelambu mewujud layar kafan
kapuk kasur tak pernah lagi muai dalam jemuran
mengeras membatu menjadi perahu
dan terdampar pada suatu pantai tak bernama
: ia pun sadar benar
tentang waktu yang terus menggiring ke ajal
ia lupakan keperkasaan
2001
Sumber: Aku Mengunyah Cahaya Bulan (Bukulaela, Yogyakarta, 2004)