Puisi: stasiun kota -Ali Ibnu Anwar (l. 1986)

Ali Ibnu Anwar (l. 1986)
stasiun kota

dekat stasiun kota. lewat jam lima pagi. tubuhku menjadi arsip yang genting. menuju matahari, tanpa embun pagi. aku simpan lembab hujan di saku celana. masa depanku terus berair. dadaku dilubangi masa bodoh. kutambal luka gosong dengan buku-buku dari pedagang emperan. membangun sejarah di jalan-jalan tikus menuju relief rasional. semain jauh dari kampung halaman. rindu pada pelukan ibu, yang menahan bibit puisi dengan manis. apa kabar ladang kacang, bunga tembakau dan pohon jati? sepenggal ingatan, semacam migrasi menempati perut waktu.

sisi gedung. jam istirahat. rumah-rumah menjauhi penghuninya. kuperas santan angka-angka yang meninggalkan kalender. melihat jalan-jalan mampet. berebut lamunan yang kedaluarsa, di belakang truk sampah. impianku tetap melenting seumpama denting jam dinding. menjadi bara. melumat gedung dan bentangan jalan. menindih hari-hari yang melempar hujatan dan kegagalan. di leherku, telah ayah lilitkan kalung keramat. terbungkus doa dan tekad. matanya cokelat matang. jiwanya tanah ladang.

di antara mata angin. jam-jam hilang. aku ingin pulang. kota ini menyimpan arsip penuh bunga di tubuhku. langit berbaju biru. menaungi galaksi generasi baru. masa depan jadi sewangi gaharu. menara-menara menyimpan wasiat. kubayangkan anak-anakku memetik cahaya matahari. memberi warna pelangi, pada gedung-gedung perkasa itu.

Sumber: Orde Batu (Buku Inti; Jember; 2020)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.