• Mata Puisi
  • Vlog Juru Baca
  • Arsip Horison 1966 – 1990
Antologi Hari Puisi

Menu

Skip to content
  • Beranda
    • Esai
    • Buku
    • Puisi
    • Penyair
    • Wawancara
  • Antologi Tumbuh
  • Situs Bagus
  • Daftar (sementara) Penyair

T. Wijaya

Puisi: Nelayan Gagal Menangkap Presiden – T. Wijaya (l. 1970)

Posted on 2 Juli 20215 Juli 2021 by Editor

T. Wijaya (l. 1970)Nelayan Gagal Menangkap Presiden Nelayan selalu gagal menangkap presiden di sungai Musi.Mereka kelaparan tiap sore hari. Hampir satu abad ikan-ikan disantap presiden. Tapi mereka selalu memilih presiden.Mereka […]

Posted in Puisi Tagged Puisi, T. Wijaya Leave a comment

Puisi: Sajak Kecemasan – T. Wijaya (l. 1970)

Posted on 1 Juli 20212 Juli 2021 by Editor

T. Wijaya (l. 1970)Sajak Kecemasan Saat anak-anak aku ingin menjadi seekor burung merpati. Sekarang, katanya, aku mendapatkannya. Tapi aku tidak bahagia. Aku hanya seekor burung pengeluh .Tidak terima gedung kesenian […]

Posted in Puisi Tagged Puisi, T. Wijaya Leave a comment

Puisi: Pemilu Indonesia 2009 – T. Wijaya (l. 1970)

Posted on 1 Juli 20212 Juli 2021 by Editor

T. Wijaya Pemilu Indonesia 2009 Pemilu Indonesia 2009, orang-orang kian asing. Memilih bukan pilihan. Melulu orang asing menulis surat kepada partai politik. Isinya tentang kami menjadi pengemis. Berbaris sakit di […]

Posted in Puisi Tagged Puisi, T. Wijaya Leave a comment

Puisi: Sayang, Mari Belanja ke Pasar 16 Ilir – T. Wijaya (l. 1970)

Posted on 6 Juni 20206 Juni 2020 by Editor

T. Wijaya (l. 1970) Sayang, Mari Belanja ke Pasar 16 Ilir Harga diri kita masih ada. Mari belanja ke Pasar 16 Ilir. Beli ½ kilogram ikan gabus, bungkus dengan t-shirt […]

Posted in Puisi Tagged Puisi, T. Wijaya Leave a comment

Puisi: Indonesia – T. Wijaya (l. 1970)

Posted on 6 Juni 20206 Juni 2020 by Editor

T. Wijaya (l. 1970) Indonesia Aku harus percaya dan mempertahankan keluarga yang dikocok dalam sebungkus mi instan, setelah aku berkelahi dengan semua lelaki di beberapa kantor yang memberi gaji; beberapa […]

Posted in Puisi Tagged Puisi, T. Wijaya Leave a comment

Kategori

  • Agenda (14)
  • Anekdot (10)
  • Apresiasi (1)
  • Buku (10)
  • Dari Kami (6)
  • Esai (129)
  • Lokomoteks (2)
  • Majas (2)
  • Penyair (13)
  • Puisi (1.972)
  • Puitika (3)
  • Wawancara (2)

Arsip

RSS Antologi Hari Puisi

  • Puisi: Candi – Warih Wisatsana (l. 1965)
  • Puisi: Mitomania – Warih Wisatsana (l. 1965)
  • Puisi: Setengah Sendok Makan – Rizki Amir (l. 1995)
  • Puisi: Indeks Penyambung Lidah – Rizki Amir (l. 1995)
  • Puisi: Pudak – Rizki Amir (l. 1995)
  • Puisi: Kota Kematian – Rizki Amir (l. 1995)

Tag

Abdul Hadi WM Acep Zamzam Noor Afrizal Malna Agam Wispi Agenda Amir Hamzah Anekdot Aslan Abidin Asrul Sani Avianti Armand Ayatrohaedi Badruddin Emce bukhari aljauhari Chairil Anwar Dami N. Toda Doddi Ahmad Fauji D Zawawi Imron Esai Frans Nadjira Goenawan Mohamad Hasan Aspahani Hasif Amini HPI2017 HR. Bandaharo J.E. Tatengkeng Korrie Layun Rampan Mh. Rustandi Kartakusuma Muhammad Yamin Nina Minareli Penyair Puisi Putu Vivi Lestari Rendra Rida K. Liamsi Rivai Apin Saini KM Sapardi Djoko Damono Sitok Srengenge Subagio Sastrowardoyo Sutardji Calzoum Bachri Taufiq Ismail Tjak S. Parlan Toeti Heraty Trisno Sumardjo Wiji Thukul

Hari Puisi | Antologi Puisi Indonesia

Lahir seorang besar dan tenggelam beratus ribu. Keduanya harus dicatet, keduanya dapat tempat - "Catetan Th. 1946" - Chairil Anwar

Tulisan Terbaru

  • Puisi: Candi – Warih Wisatsana (l. 1965)
  • Puisi: Mitomania – Warih Wisatsana (l. 1965)
  • Puisi: Setengah Sendok Makan – Rizki Amir (l. 1995)
  • Puisi: Indeks Penyambung Lidah – Rizki Amir (l. 1995)
  • Puisi: Pudak – Rizki Amir (l. 1995)

Kontak Kerjasama

jurubaca@gmail.com (Email) 081218114482 (WA)

Kategori

  • Agenda (14)
  • Anekdot (10)
  • Apresiasi (1)
  • Buku (10)
  • Dari Kami (6)
  • Esai (129)
  • Lokomoteks (2)
  • Majas (2)
  • Penyair (13)
  • Puisi (1.972)
  • Puitika (3)
  • Wawancara (2)

Telusuri Isi

Arsip

Antologi Tumbuh

Situs ini berupaya memuat puisi Indonesia dari titik awal sejauh yang bisa kami telusuri, hingga ke titik paling mutakhir di mana kami yakin puisi tersebut telah atau akan meninggalkan jejak yang  mewakili perkembangan dan pencapaian serta memberi sumbangan yang memperkaya cara ucap dan tema dalam puisi kita.

Sejak 2016 | Dikelola oleh Hasan Aspahani