Esai: Bicara Tentang Kritik Sastra

Oleh Subagio Sastrowardoyo

Catatan: Artikel ini disalin dari majalah Horison No. 6 Tahun 1966. Subagio Sastrowardoyo menganjurkan pentingnya penelusuran  dan penulisan sejarah kritik sastra. Ia berpendapat bahwa kemantapan dan kesibukan kritik sastra bangkit dari pengetahuan sejarahnya. Ia juga menyarankan agar kritik sastra tidak harus dibikin kaku dan tegang.

 

KELUHAN yang sering terdengar ialah bahwa kita kurang punya kritik sastra. Jumlah yang terbanyak yang diterima redaksi majalah sastra adalah sajak dan cerita, sedang buah pendapat tentang sastra berupa kritik atau bahasan jarang terdapat. Akibatnya terlihat pada produksi sastra yang dengan ramainya mengisi halaman-halaman majalah dan menghiasi rak-rak toko buku tapi yang nampak terbengkalai saja karena tidak mendapat penggarapan pikiran kritik.

Kekecewaan menyaksikan kesepian kritik sastra itu diperdalam oleh keinsafan bahwa telah dapat disusun sejarah kesusastraan yang menempatkan pengarang dengan karangan-karangannya dengan jelas dalam urutan zamannya tetapi bahwa belum juga terlihat kemungkinan disusun sejarah kritik sastra. Sejarah demikian akan memberi perspektif kepada tinjauan umum tentang sastra.

Barangkali justru kesadaran tidak adanya sejarah kritik itu menghambat timbulnya kegiatan kritik. Orang tidak punya pegangan pada aparat-aparat kritik, dan keseganan melancarkan kritik pada sastra sebagian datang dari kurang pengetahuan tentang azas dan cara mengeritik. Kemantapan dan kesibukan kritik sastra bangkit dari pengetahuan sejarahnya.

Sejarah kritik sastra di negeri manapun menggambarkan corak-corak kritik yang berbeda-beda. Setiap bentuk kritik punya hak untuk berlaku sebagai kritik dan wajib dicatat peran kesejarahannya. Justru azas dan cara kritik yang berbeda dan sering berlawanan itu membuktikan adanya sejarah dalam kritik sastra.

Dalam mengharapkan kegiatan kita cenderung mengikatkan diri pada pengertian-pengertian kritik yang terlalu tegang. Kita menuntut penelitian yang menganut metode yang tegas dengan uraian pikiran yang paling dingin. Tetapi kritik sastra tidak selamanya demikian dan jarang adanya demikian. Kritik sastra kebanyakan mengikuti sifat objek penyelidikannya. Bayangan imajinasinya idak tahan dikungkung dalam bagan-bagan sistematik yang padat. Selalu ada yang menerobos jaringan pikiran. Karena itu kritik sastra banyak yang bersifat impresionistik, berupa kesan-kesan sesaat yang sempat ditangkap. Tidak jarang kritik demikian hilang kepadatan gagasannya karena digerogoti oleh arus emosi. Ada pula yang menyorot karangan dari lapangan dan kepentingan lain dari sastra. Orang hendak memeriksa dan menilai sastra dari jurusan sesuatu mahzab filsafat. Dalam hal ini ukuran-ukuran dari luar dikenakan kepada sastra yang dituntut mematuhinya. Kritik demikian dengan sendirinya membawa serta prasangka-prasangka kekhasan perhatian. Prasangka-prasangka datang pula dari jurusan psikoanalisa, dari sosiologi, dari politik dari agama dan moral. Semua ragam kritik itu pada gilirannya dan menurut kepentingannya memiliki hak berlakunya sebagai kritik sastra.

Kritik sastra bisa bertarap ilmiah dengan dilandasi prinsip-prinsip dan metodologi yang terperinci rumusannya, tetapi adalah kritik sastra juga yang bersifat jurnalistik yang dilakukan secara insidentil melalui majalah dan koran. Juga tanggapan populer tentang sastra adalah satu corak dan tingkat kritik.

Tugas kritik sastra mengorganisir dunia seni menjadi dunia pikiran. Seni yang tak memperjelas diri membutuhkan tanggapan pengertian. Kritikus merumuskan pengertian itu dalam dalil-dalil bahasa yang konvensional. Ia memecahkan kekhasan dunia seni dan menyusunnya kembali dalam keumuman dunia pikiran. Kritikus adalah dia yang menyorot dan menganalisa buah sastra dalam perspektif kesejarahan dan kefilsafatan, tetapi juga dia yang sekadar memberi timbangan dan komentar. Soal tepatnya orang diberi julukan kritikus, pembahas atau hanya komentator saja adalah soal penentuan nilai dan gelar dan tidak bersangkutan dengan pengertian pokok.

Sejarah kritik sastra di luar maupun di dalam negeri sendiri menyadarkan kita akan berbagai kemungkinan bentuk kritik. Pelbagai asas penglihatan sastra telah menentukan perkembangan kritik sastra kita sejak semula. Dari anggapan populer bahwa sastra sekedar penghibung di waktu senggang saja, kepada kepercayaan magik bahwa fungsi sastra mengundang tenaga-tenaga dari alam gaib, sampai kepada tuntutan bersifat borjuis bahwa sastra harus mematuhi norma-norma susila; dari syarat-syarat penerimaan naskah Balai Pustaka, kepada cita-cita kebudayaan Pujangga Baru, sampai kepada surat kepercayaan Angkatan 45; dari penilaian kolektif hasil sastra oleh almarhum Lekra; dari pengistilahan dan kualifikasi individuil terhadap sastra modern oleh H.B. Jassin sampai kepada persaksian mengarang yang bersifat subjektif oleh sastrawan-sastarawan, merupakan berbagai asal yang melandasi sekaligus juga mengandung kritik sastra.

Sejarah kritik sastra yang mencatat perkembangan kritis itu akan menyadarkan kita akan pelbagai kemungkinan ragam kritik dan akan memberikan kemantapan kepada penulisan kritik.

Sumber: Horison No. 6, Tahun 1966.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *