Peristiwa Metafora (3): Menghindar dan Menghidupkan Metafora Mati
Oleh Hasan Aspahani
KITA hidup dalam bahasa yang penuh metafora. Metafora hidup di dalam bahasa kita. Karena itu metafora juga bisa mati. Sayap pada sayap pesawat, atau kaki pada kaki meja, pada dasarnya adalah metafora. Begitu juga mata pada matahari.
Tentu saja itu bukan sayap dan bukan kaki seperti arti asal kata itu (sayap burung dan kaki manusia/hewan). Matahari bahkan telah menjadi kata sendiri yang bukan frasa dan bukan gabungan kata mata dan hari lagi.
Sayap, kaki, dan mata ketiganya dipakai untuk menjelaskan hal lain, sebagaimana metafora bekerja, dan tugas menjelaskan itu dijalankan dengan baik.
Apakah karena punya kaki lalu meja bisa berjalan? Apakah sayap pesawat itu bisa dikepakkan dan dilipat sebagaimana burung mengepakkan dan melipat sayapnya? Apakah matahari bisa mengerdip dan menatap? Jawabannya tidak.
Karena itu peristiwa metafora pada frasa seperti itu terhenti, menjadi metafora mati, diterima sebagai frasa dengan pengertiannya sendiri.
Sayap pada sayap pesawat, dan kaki pada kaki meja, dan mata pada matahari, tidak sama pengertiannya dengan sayap pada sayap burung, kaki pada kaki manusia, dan mata pada mata binatang dan manusia.
Kematian metafora yang seperti itu, bisa dimanfaatkan, dihidupkan oleh humor, bisa menjadi bahan penulisan lelucon.
Komedian bisa bertanya dengan efek jenaka, “meja makan di rumahmu nomor sepatunya berapa?” Jika ini sebuah tohokan (punchline), maka premis-nya adalah “kaki meja” itu.
Metafora adalah perangkat penting dalam puisi, maka pakailah, berdayakan dia. Jangan memakai metafora yang instan, yang siap pakai, dan tinggal comot.
Hati-hati karena bisa tak sengaja terambil metafora mati. Penyair justru harus melihat dan memanfaatkan kemungkinan menghidupkan metafora yang mati.
Matahari misalnya. Dengan bantuan perangkat puitika lain, personifikasi misalnya, bisa dihidupkan, dibangkitkan dari kematiannya.
Matahari menggeliat, kata Sapardi dalam sebuah sajaknya. Kita bisa juga membayangkan “hari terbangun dan mengucak matanya”. Atau kemungkinan-kemungkinan lain. (bersambung)