Pradewi Tri Chatami
malam ini aku tak mau mandi.
masih meruap peluhmu di pepori rambut
dan kulitku. di labirin telingaku tersesat
nafasmu, di mana aroma pasta gigi berusaha menggusur rokok kretek. tak
kubiarkan tanganku menggaruk apapun, meski nyamuk mendarat di mana pun sesukanya
dan membuatku bentol
aku tak ingin menghapus sidik jarimu.
ah, ada kancing kemejamu tercecer di lantai.
Biar kusimpan di toples, bersamahelai
rambutmu yang tadi sempat tertinggal
di jejariku. sambil memandangi toples,
aku tibatiba ingat pelajaran biologi,
tentang bintilbintil di lidah. aku
meragukan wilayah kekuasaan rasa,
karena runcing ujung lidah maupun
pangkal milikmu terasa manis, mungkin
karena sisa permenyang kau kulum
sehabis merokok, yang membuat gigimu ngilu
dan kau akhirnya memutuskan untuk gosok gigi.
adakah kau kecap bedanya rasa
antara bahu dan lututku, leher dan punggungku?
kau telah pulang, sedang kini aku meringis
mengingat iris kukumu memanjang di punggung
dan perutku, merinding merasai hidungmu menyusur
dada kiriku sungguh
lengket tubuhku
yang berembun
hingga kini,
tapi tetap aku tak mau mandi.
sabun akan membilasku,
aku tak sanggup membayangkan sabun
bersekongkol dengan shower menjadi semacam penghapus
yang menyapu katakata pak guru
di papan tulis,
sementara aku belum selesai mencatat…
tidak, aku tak mau mandi malam ini.
2012
Sumber: Pusat – Majalah Sastra, No. 10, 2015