– dari penyair penggemar kartu pos kepada penyair pemuja keramik
Tiada hari libur bagi segunduk lumpur
Dia patuh pada mantra yang tak utuh
Berputarlah, meniru penari dengan satu kaki
Gemetarlah, sekujur tubuhnya diremas jemari
Tak terungkap niat awal
Hendak menyamar guci tempat menginap arwah
Atau cawan kemilau bagi sesaji rempah
Di ceruk ini, cahaya lahir dan mati, silih berganti
Ketika timur menjadi tujuan perjalanan
Sungai dan rawa mempersembahkan petuah
Sebuah rahasia yang tak ingin mengubah nasib
Disimpan kekal di bawah glazur: bening yang menipu
Paso demi paso bercerita melalui tattoo demi tattoo
Selingkar jejak naga berhenti di ambang kuil
Hujan, angin, dan telengas matahari
Memadatkan pengetahuan tentang kematian
Setelah kujinakkan adonan tepung, santan, dan gula
Kupinjam tungku gerabah kesayanganmu
Di atas bara kayu yang terus mrengangah
Kucetak wajahmu, kupanggang setengah matang
Jakarta, 2016
Sumber: Kompas, Sabtu 21 Januari 2017