Arwinto Syamsunu Ajie
Sudah angin masih pula hujan
malam berkabar pesan waktu, hingga
kunyalakan lilin-lilin gaib, kutaburkan
bubuk yang ditumbuk dari bayangan-
bayangan terbakar itu di ladang warisan
demi menumbuhkan hasrat memahamimu.
Peladang adalah mempelai hari-hari yang
tak selalu beranjang mawar atau hanya
batu. Kesepian yang tegap menawarkan selimut
kutolak secara lembut. Rokok, kopi, ubi dan
percakapan dengan dan tentangku, seperti seni
rahasia yang diulang-ulang–kadang sehangat tungku
Sumber: Kedaulatan Rakyat, Minggu, 5 Februari 2017