Iswadi Pratama
Gunduk
aku pati pohon jati yang padu
tak lunak namun belum batu
coklat yang hampir gelap
terkunci di kebun ini
aku hampir dihapus humus
lalu dikemas para rangas
diberi rongga dan ruas
tapi entah mengapa
rerayap itu pergi
ke bawah pohon turi
lalu aku kosong
sesekali semut putih dan ular datang
cuma numpang bermalam
atau mampir dalam perjalanan
engkau kelembak
dulu bermukim di sini
ketika masih kepompong
tapi seperti anai-anai
engkau pergi setelah lengkap sayap
dan aku abai
aku terlanjur mengasihimu duhai kupu-kupu
sebab kukira engkau selonsong semata
rupanya selubung itu hanya selimut
bagi bapakmu yang lagi beringsut
kepak yang seperti sepasang layar
membawa perahu jauh
dari bocah di tepi telaga itu
tetapi lelaki kecil itu tahu
biduk akan kembali
dan ia menunggu
dan aku tak mengerti
bagaimana menanti
sayapmu indah di atas sana
meski waktumu singkat belaka
tak ada nektar padaku
selain bau getah kayu
dan busuk perdu
dan lihatlah,
pemilik kebun ini tengah merambah tanah
ia sangat berhasrat pada setiap gunduk
ingin seluruh permukaan tampak rata
demi buah buah
demi bunga bunga
dan engkau memang cemerlang di sana
Juli 2011