Arif Bagus Prasetyo
– Surabaya, suatu masa
Takkan kuputar sumbu tubuhmu
menyusuri jejak hangus kata-kata
yang tercecer sepanjang jam dan bulevar.
Aspal menggigil oleh influenza.
Plaza dan bank perlahan hilang.
Hilang, tenggelam dalam balsam.
Dingin mengasah lembing-lembingnya di udara.
Dingin berdenting. Udara merinding
Terkepung gaung dan bayang-bayang.
Kau terbaring di sisiku. Legam dan berkilauan.
Sungai telanjang pada ranjang keemasannya.
Di tepi sungai, sebuah ponten nyaris meluap.
Beberapa sejoli masyuk memarkir motor di kegelapan.
Serombongan laki-laki terhuyung masuk ke tenda rombeng.
Dengus mereka masih membekaskan panas di tengkukmu.
Menyentuhmu, terpesona ahli nujum kakilima
Gairahku membangun taman air mancur
dengan peri pelacurnya yang sehijau hujan pagi.
Di tepi taman, panglima perang dari perunggu
memandang dingin ke batalyon kupu-kupu
yang bertahan di selatan. Mereka terjebak
di sepetak taman lain yang lebih gaib. Lebih aib.
Tempat tugu bambu runcing, totem kejantanan itu
tegak memancung batang lehernya sendiri.
Kau tergetar. Getah tubuhmu mulai tercurah.
Angin purbani menggulung bayang-bayang taman.
Gaung berkubang dalam kilang-kilang darah.
Sekujur sungai terserang kejang.
Dam dan bangkai kapal selam berebut bangkit dari delta
Menghantui etalase yang dahulu sal-sal seram rumah sakit.
Dari lunglai belulangmu, dari ringsek rerusukku
Fajar kembali memecahkan cangkang-cangkangnya.
Nama-nama terjulai oleng. Simpang kehilangan lonceng.
Jam terbuat dari air dan tak bisa dipercaya.
2002
Sumber: Memento, Puisi 1993-2008 April (Arti Foundation, Denpasar. Diterbitkan dengan bantuan program Widya Pataka Badan Perpustakaan Daerah Provinsi Bali, 2009)