Adri Sandra (l. 1964)
Jurang
mata burung yang mengapit gunung itu, berpijar di rongga hatiku
angin yang bising, ia serahkan daun-daun gugur ke bumi
“masih adakah tanah lembab di dirimu?” daun jendela musim
tertutup dalam rimba-rimba batu
di sebuah jurang, riwayat itupun mumbul bersama kabut
tentang Anggun Nan Tongga, Cindua Mato; aroma bunga-bunga
semakin jauh mengembara dari tanah negerimu
tapi kearifan, selalu mengurung tanda-tanda
nyala api, asap yang tak menjadi awan, abu yang ditaburkan
membeku di lidah-lidah akar
dan di kaki gunung itu, dibangun panorama, riwayat zaman
mekar tumbuh dalam racun cendawan
mata burung yang mengapit gunung itu, menyala di ruang mataku
di tanah dirimu yang kering, lengking perang, dada dan paha-paha wanita
menempeli setiap sudut hutan gunungmu
“inilah riwayat dan kisah-kisah baru,” ujarmu
di sisi lembah, aku mengemas rangka-rangka cerita itu
bersama ribuan burung
dalam jubah waktu, detik-detik tak lagi kuhitung
“ah, aku bingung dengan zamanmu
yang membangun berjuta-juta jurang
dalam dan gersang!”
Ujung Tanjung, 2013
Sumber: Lampung Post, Minggu, November 24, 2013