Puisi: Makan Siang – Weslly Johannes

Weslly Johannes
Makan Siang

Dari dinding siang yang bolong,
aku memandang pekarangan.
Daun pandan dan teman-teman
bernaung di bayang pohon mangga.

Ibu keluar memetik bunga pepaya.
Kepada jari-jarinya yang menggapai,
tatapanku pergi dan, seperti anak kecil,
pertanyaanku berlari menyusulnya.

Andai di sini tak ada pekarangan,
andai pepaya tak berbunga,
apa akan ibu petik?

Sebelum jawaban datang,
ibu bergegas pergi,
dan tatapanku pun pergi
dari jari-jari ibu

menuju jari-jari daun pepaya
yang menunjuk ke tanah,
dan tanpa menunggu lama,
pertanyaanku jatuh di sana.

Andai sepetak tanah tak ada,
pertanyaanku jatuh di mana?
Di mana letak pekarangan ibu?
Di mana pohon pepaya tumbuh?
Di mana aku duduk menulis puisi?

Sebelum jawaban datang,
suara ibu lebih dulu tiba.
Memanggil bapak,
memanggil adik-adikku,
memanggil aku.

“Makan,” katanya.
Maka aku berjalan menuju meja makan
dan pertanyaan pun bangun mengikutiku,
Andai tak ada tanah?

“Makan apa?”
Pertanyaan bapak kepada ibu
telah memotong jalan pertanyaanku.
“Sayur bunga pepaya,” jawab ibu.

Usai makan, saat mencuci tangan,
kutatap bersih dan basah jari-jari.
Tak ada pertanyaan datang kemari.
Persoalan besar orang-orang kenyang.

Salatiga, 2020

Sumber: Blog Semacam Puisi, 14 Maret 2021.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.