Puisi: Mata Belah – N.A. Marimde

N.A. Marimde
Mata Belah

Di luar hujan merekatkan gigil.
Di dalam lampu diredupkan. Malam membuat kami
kedap dan sesekali mulut mendesis di bangku seperti ular
bergelung saat mata besar itu memancarkan cahaya
dari sebuah bentangan. Ia menatapku dalam wajah-
wajah yang tanpa leluasa di tubuh kami, terperangkap
sedingin mati; terbuka dan dirajut lagi
dalam bayangan sebelum dan setelahnya,
tanpa kembali mencapai apa-apa.
Di depanku, batu-batu didirikan semuat paru-paru
Di belakang, luka sadap mengenakan punggung sebagai
letaknya. Agar aku meresapi tubuh seperti kesunyian
dalam jeritku sendiri. Sunyiku adalah daging mentah.
Jeritku pekat darah paling merah. Dendam kami menjelma
makhluk-makhluk perangkak, menyerbu dan mengepung hatimu
dengan ribuan serangga karena keras kepalamu
tali di leher kami.
Tapi rahang gelap itu lebih dulu mengambil adat dan
Cintamu, sebelum kauhalau kami agar tak terjangkit maut
yang tak pula melipat nyalimu hendak menghapus matahari
dalam diri kami. dan kau yang diusung duka atas ringkik kuda
dan pedang berlinang, sedang seorang tua di sebelahku berangan:
sejarah adalah laut terbelah.

2014

Sumber: Pikiran Rakyat, 28 Desember 2014

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *