Puisi: Mungkin Bulan – Jamil Massa

Jamil Massa
Mungkin bulan, mungkin bukan, yang terbit bak
sebuntal bualan
di Bukit Mambual, yang tak tertampik dan tampak licin
bagai ubin
rumah bersalin, tempat istriku bakal berbaring barang
sepuluh pekan
ke depan; menatap langit-langit sembari meraba sekat
antara rasa sakit
dan rasa paling sakit.
Sehabis hujan, tiada yang muncul dari balik panggul
Bukit Mambual
hanya sebungkus sambal, sebakul gorengan, sewajan
jelantah, jendela
setengah terbuka serupa rengkah luka yang
dilupakan, serta sekeping
pinggan lesi yang barangkali bulan. Barangkali bukan.
Memang ada awan secebis tempat kukeluhkan pedis
rempah perawis
dan perih sariawan, namun, demi pucuk-pucuk bebukit
Mambual
—yang bertingkat juga yang bertimbal—seolah sesuatu
yang lain
hendak menyeret jiwaku yang tak kebal ke tengah
gerombol ikan jambal,
hingga yang lepas tak bakal dicari, yang pongah
tumpas digerogoti.
Ibu penjaja gorengan menumpahkan tepung dan
menaikkan api;
api pembakar sabar saat para penjual pisang pulang
ke Toili.
“Telah lewat libur pilkada, tetapi mereka belum
kembali,”
keluh ibu yang lihai menepuk dulang dan mengingat
janji-janji.
Maka ketika datang orang-orang menanyakan
penganan terbaik
di sore sehabis hujan, yang menjawab hanyalah hujah
ketiadaan.
Lantas kubayangkan istriku menunggu di teras,
menatap entah bulan
entah bukan seraya mengelus perutnya yang berisi
janin lincah kelaparan.
2015
Suber: Media Indonesia, Minggu, 18 September 2016.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.