Puisi: Pencatat Akte Kelahiran – Jimmy Maruli Alfian

Jimmy Maruli Alfian

Bahkan setelah kau datang berbarengan komet pukul delapan tadi
ia terus mengingatkan bahwa jari-jari panjangmu harus dicap tinta biru:
Pelancong telah tiba dengan batas negara
yang agak meliuk di garis bibirnya
dan selembar peta buta lucu berwarna abu-abu

Aku tidak menduga kau datang segera. Di Baturaja, kelok sungainya
sering menyesatkan! Belum lagi batang-batang karet yang rimbun
serapi dan selurus rukuk jemaah sembahyang magrib
itu cukup membuktikan
kalau aku tak bisa menerka setiap kejutan

Dengan ramah ia menyarankan agar namamu dicatat
pada register induk bulan ini

“Lalu nanti pada bulan kedua belas, ajaklah ia mengamati
kepala-kepala ikan yang timbul tenggelam di pinggir kali
niscaya ubun-ubunnya akan terbuka
lantas lompat seekor naga yang palig lucu
bersisik hijau berkumis merah jambu”

Ujarnya saat mencacah
dan menjanjikan takdir dalam bilangan jumlah
Siapa yang tahu kalau doa bisa mempan bagi lelaki
yang tengkuknya bergidik lantaran janji?

Sebelum pukul 9 malam tubuhmu pun lenyap lalu meronta
seperti hendak tengkurap. Aku ngelantur mabuk dalam harap
separuh percaya suaramu rukun setenang bulat sukun
selebihnya menerka tenggorokanmu kerap tersedak wasangka

Maka nama dan tanggal lahirmu harus kudaftarkan secepatnya
agar tahu persis jumlah waris yang bakal diterima
atau berapa jumlah tangis dan sendawa
ketika kau berhasil melongok
betapa surga letaknya beberapa meter dari pondok

26 Februari 2013

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.