Yuditeha (l. 1969)
Pintu Rumah
Tak ada lagi suara berderit
papan kayu itu seperti merekat
lalu mematri kisah silam
kau lebih memilih lewat belakang
tanpa perlu membuka
karena segala telah menjadi duka.
Masa depan tergambar warna hitam
tak bisa lagi menyiluetkan raga
yang dulu setia kautunggu
hingga membuatmu tetap tersadar
akan datangnya musim pancaroba
yang bisa membuatmu bertahan
menjaga jiwa dari belati
yang muncul dari sudut-sudut mata.
Cuaca buruk akan mengingatkanmu
tentang pelukan yang dulu gampang hadir
sekadar menghalau gigil
yang bisa merenggut pertalian.
Pintu rumah tidak lagi terbuka
karena lelaki satu-satunya telah bersayap lebar
menjemput keyakinan di tempat yang bisa
membuatnya benar-benar terbang.
Dalam sekejap kau berseru:
“Tuhan Mahabesar
di rumah ini aku telah menjadi pintu
hingga membuatku sering bertanya
kapan aku bisa kembali dibuka?”
Kesempatan datang menyapa
tapi kau masih takut membuka pintu
meski ada suara orang-orang tercinta
sedang di luar menawarkan cahaya.
Karanganyar, Maret 2021
Sumber: Basabasi.co, 13 Juli 2021.