Puisi: rumah yang jauh dari rumah – Shinta Febriany

Shinta Febriany

aku ingin bermukim di tubuhmu, menunggu pepohonan
tumbuh dan berbunga warna-warni di tanah tempat kita
membuat rumah, kelak. terkadang, laci sebuah lemari
kecil di kamarku mengeluarkan bunyi jangkrik yang
menjerit hingga langit-langit kamarku. terkadang, kisi-
kisi jendela aku biarkan terbuka. aku menunggu
pengungsi datang dan membacakan puisi tanpa rasa
takut. aku juga menunggu nujum jatuh sebelum rasa
takut itu menjelma laut. dua gambarku di dinding yang
kuning bersinar dingin. aku tak ingin mengirim gambar
itu padamu.

aku ingin mengirim debar jantungku di gaun malam
yang aku pakai khusus untukmu. aku adalah kenyataan
dengan rumah yang tak melukai usus penghuninya.
pada sebuah kenyataan yang membuat suaraku parau,
ibuku mendekapku lalu berkata, setiap rumah berdiri di
atas pulaunya sendiri. ada barisan bidadari yang akan
menari untukmu begitu kau bangun pagi, jangan
bersedih. kita adalah kenyataan dengan kebetulan-
kebetulan misterius dalam petualangan odysseus.

aku ingin bermukim di tubuhmu, menunggu pepohonan
tumbuh dan berbunga warna-warni di tanah tempat kita
membuat rumah, kelak. sebuah rumah, sayang. sebuah
rumah yang merumuskan dirinya sendiri.

makassar, agustus 2002

Sumber: aku bukan masa depan (Bentang Budaya, Yogyakarta, 2003)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *