Putu Oka Sukanta (l. 1939)
Sepotong Kueh Dunia, Bali
Sepotong kueh dunia, Bali
langit kehilangan rembulan
Denpasar dan pantai kuta dijilati
lidah lidah nyala lilin berayun ayun
pengantar perenungan korban Aids dikebumikan
sepotong kueh dunia, Bali
berjingrak jingrak merangsang lalat bertaburan
mengantarkan pembiakan kuman kuman
disambut gambelan dan tari, produk industri harga pasti
tapi buat siapa ini, burung burung terbang berhamburan
meninggalkan sawah diaduk bulldozer dan tongkat
pengamanan
sepotong kueh dunia, dihias dijajakan
langit kehilangan rembulan
sisa sisa jejak di pasir putih tenggelam
disapu buih dan busa luapan miras
siapakah yang sekarang menjadi leak?
mencintaimu, Bali
sepotong kueh dunia dihias bunga dan wangi dupa
diadon dari keringat dan ketulusan petani di desa desa
dikunyah di hotel hotel mewah
racunnya mengalir di pembuluh darah
terbatuk batuk selalu bertepuk tangan meriah
mencintai Bali, perih berlinang-linang
hangat dalam desah dan alunan gambelan
ketika langit meniadakan batas sanubari
aku menutup mata basah kegelisahan
menyaksikan mulut mulut raksasa mengunyahmu
sambil onani
Baliku, kueh dunia yang selalu laris
berapa lama lagikah keping terakhir di telapak
tanganmu
kau sembunyikan di pura menemani dewa dewi
mempertahankan pagar pagar jiwa dari amuk
polusi dunia
sepotong kueh dunia, Bali
bagaikan sesajen para bhuta
nyamikan para raksasa
airmatamu diteguknya bagaikan cocacola
percikan air suci betara betari
petani menghirupnya di telapak tangan
kembang jepun doa doa
ke khyangan menumpang dharma asap dupa
di suatu malam terperangkap aku dalam henyak
pantai Kuta kehilangan purnama
di langit gerhana
laut meneggelamkan asmara
kueh dunia dikunyah kalarau manca dunia
perempuan sudah tidak lagi nguncang ketungan
mengusirnya
sebab terserap oleh impian di depan telenovela
aku berteriak di dalam kebisuan: Dimana bulan
Denpasar?
beeeh tidak tampak
mungkin sedang menjalani tes HIV.
Bali, 1996
Sumber: Perjalanan Penyair, Sajak-sajak Kegelisahan Hidup (Pustaka Pelajar; Yogyakarta; 1999)