Putu Oka Sukanta (l. 1939)
Waktu
III
betapa tidak sabarnya aku menunggumu
waktu
halaman telah kuukur berulang kali
di pagi dan sore hari, jalan kaki
nafas telah kulatih panjang dan dalam
di lobang pintu selagi dikunci
betapa tidak sabarnya aku menunggu
waktu
sambil menghitung butir-butir
jagung dalam ompreng atau merimbang pasir di
dalam nasi
aku telah menantimu siang malam
sambil diskusi, belajar tanpa buku
dan pensil, dari kepala ke kepala
aku menantimu
sambil mengenang manisnya
kekasih mempertaruhkan keselamatannya
untuk sebuah kiriman dan kunjungan di ruang
pertemuan
oi betapa tidak sabarnya
aku- kau jua yang mengajarkan
aku- dengan penuh
persiapan menyongsongmu
VII
waktu – engkau telah jadi lembaran-lembaran
kertas dan pena
yang merajut sejarah
dengan jeli mencatat keberangkatan
tanpa mata angin
tipudaya
telah menghalalkan semua cara
untuk mengejar dan membunuh
sekaligus – sebagai caru
– orang-orang itu –
catat juga jeritku
dari sebuah kawah
ketika langit lembayung bisu
menangkap rindu dan haru
ketika perjumpaan berlangsung
di bawah mata penguasa
gadisku yang sipit – itu —
bulat hati membayar janji
Sumber: Perjalanan Penyair, Sajak-sajak Kegelisahan Hidup (Pustaka Pelajar; Yogyakarta; 1999)