Made Adnyana Ole (l. 1968)
Si Tua Penyadap Tuak
Penyadap atau pemabuk, segalanya tak terduga
Si tua itu hanya minum pada setiap hari yang dini
dari sadapan embun sisa-sisa usia
Tuang, Kekasih, tuanglah!
Hempaskan dahagaku
Setelah kudaki tiga ratus ribu pohon lontar
Tiga ratus ribu lagi batang sagu
dan tiga ratus ribu kelapa di tebing curam
pada lintas angin
pantai-pantai yang terlupa
Tuang lagi, larutkan kering usiaku
Seteguk nyeri di ujung ginjal
tak akan membuatku terhuyung
karena maut sudah kerap kusaksikan
saat kutundukkan puncak pohon
yang dicintai langit
dan bintang siang terjatuh di mataku
Si tua itu sangat paham arti tubuh yang terlepas
dari tanah atau roh yang khilaf
Ketika elang liar menyapa di sela udara
dan tangan ramping serangga pohon
meraba pundak tanpa kata
Tuang lagi, Kekasih, tuanglah!
Sekerat usia tak akan tandas, meski segala alas
ditingkap ke seluruh arah
Karena telah kukenal beratus ribu pohon ketinggian
Ingin kukenal juga beratus ribu jurang tanpa akar
2006
Sumber: Dongeng dari Utara (Akar Indonesia, Yogyakarta, 2014)