Puisi: Sjair Radjin dan Segan – Gouw Peng Liang (1891)

Gouw Peng Liang

Miliq alam di antero banuwa,
Rajin terutama dari samuwa,
Bagai manusiya muda dan tuwa
Rajin itu-itu termanfaatlah juwa.

Akan sakaliyan kita manusiya,
Baik hina atau muliya,
Jakakalu rajin saderhanalah iya,
Beroleh rizki hingga berbahagiya,

Rajin itu upama pahalawan,
Medlarat dan sukar dapat ditawan;
Jaka digunakan oleh hartawan,
Niscaya miliqnya apung berkawan.

Maski belajar ilmu pengetahuwan,
Jangan segan marhabatmu tuwan;
Karana nan rajin tiyada berlawan,
Terpandai dari lainnya kawan.

Jakanya rajin pelajarkan surat
Berolehlah kamu ilmu isyarat;
Yang tiyada segan bekerja berat,
Terluputlah iya dari pada medlarat.

Akan sirajin dahulu dan kini,
Banyaq orang nan mengasihani;
Sakalipun merantau ke sana ini,
Berkat rezeki telah menghuni.

Orang nan segan berbeda sekali,
Dibenci oleh sahabat dan ahli;
Jaka medlarat di belakang kali,
Saorang pun tiyada ingin perduli.

Yang segan itu lalai dan alpa,
Menghadap kamalangan sagala rupa,
Di mana juga iya menapa,
Amat sukar mendapat upa.

Si pemalas itu telah tersalah,
Tiyada mengusahakan berkatnya Allah,
Usahkah iya beroleh pahala,
Terbahaya sekalipun tiada membela.

Maski hartawan orang yang kaya,
Kambang uwangnya dan permata muliya,
Jaka sega tera menafaatlah iya,
Miliqnya pun mudah tersiya-siya

Alam ini upaya taman,
Miliq itu sebagai tanaman;
Diurus rajin niscaya aman,
Hingga berhasil bunga nan nyaman.

Laksana tumbuhan bunga ros,
Rimbun karena rajin diurus,
Segan sahaja ia diurus,
Lenyap rimbunya menjadi kurus.

Sumber: Meneer Perlente – Antologi Puisi Periode Awal (Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional, 2009), dari puisi yang terbit di Sahabbat Baik, No. 4, 1891.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.