Jamal T Suryanata (l. 1966)
Sungai Martapura
memandang lama-lama riak sungai di ujung senja
serasa bersitatap dengan wajah sendiri dalam seribu cermin
menekuri jejak perjalanan antara kekinian dan kesilaman
lihatlah matahari betapa risaunya akan tinggalkan senja
dengan pasti ia melukis haluan jukung puluhan rombong
dalam bayang memanjang di lengkung air tarian gelombang
mengekalkan senyum penjaja kebuli, peluh perahu tambangan,
gurau anak-anak, dan lekuk tubuh galuh di lanting pemandian
sementara kertuk dayung masih riuh menggoreskan ombak
dan kecipak saluang lalu membentuk pusar di tengah arusnya
menyimpan kembali beribu kisah dalam batas kelampauan
memandang lama-lama riak sungai di ujung senja
seperti membaca kembali lembar sejarah masa silam
menyaksikan perjalanan panjang sebuah kota tua
sungai martapura yang masih terbentang membelah kota
yang airnya semakin menguning bercampur lumpur jelaga
adalah sungai masa lalu tempat kita menambatkan rindu
menautkan hati dalam gelisah menuju keakanan
sungai martapura yang masih terbentang membelah kota
yang arusnya semakin pelan dan kian sarat memikul beban
adalah sungai kenangan yang terus ditimbun hiruk peradaban
kini telah menjadi sepotong dongeng di tebing kesangsian
memandang lama-lama riak sungai di ujung senja
seakan membutiri kembali airmata yang menguap perlahan
sebelum ia mengering dalam cerita ketiadaan
2004
Sumber: Kitab Cinta (Sajak-sajak 2003-2013) (Skripta Cendekia, Banjarbaru; Cet. I, 2014)