Puisi: Syair Tangisan Uringsangiang – Iverdixon Tinungki

Iverdixon Tinungki

ya aduh kasihan
sekiranya aku burung gerangan
ya aduh kasihan
aku terbang ke pulau hakekat
ya aduh kasihan
aku tak dapat menimbang pikiran
ya aduh kasihan
aku dipangku sang keasingan

ya aduh kasihan
aku tinggal di sini
ya kamu
ya aduh kasihan
kamu tak bawa aku bersama
ya kamu
ya aduh kasihan
berharap aku angin pendorong
ya kamu
ya aduh kasihan
jangan tinggal aku sebatang kara
ya kamu
ya aduh kasihan
aku tidak menghendaki rumah
ya kamu
ya aduh kasihan
aku hendak berumah di perahu
ya kamu

2008

Catatan: Uringsangiang, putri dari Datuk Mokoduludugh, raja kerajaan Wowontehu. Ia dan perahunya hanyut di abad XIII dan terdampar di pulau Sangihe. Dari syair tangisannya itu juga diperkirakan nama Sangihe diambil dari kata Sangi = tangis. Namun yang terpenting dalam kebudayaan tua Nusalawo, menangis punya tradisinya sendiri. Baik itu tangisan kesakitan, pedih dan putus asa serta tangisan duka, sudah ditata dalam bentuk sastra yang teratur. Jadi siapapun yang menangis mengikuti tradisi itu. Tak heran kalau ada duka, orang yang menangis, ratapnya kedengaran seperti nyanyian. Di Nusalawo purba tangisan adalah nyanyian.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.