A Nabil Wibisana
Tapa di Takari
Seperti timbunan pasir di bibir sungai,
kau menunggu apakah panas 40 hari
akan membautmu legam–atau justru
berkilat laksana kristal. Tapi kadang kau
luput menafsir kalau angin tak selamanya
ramah. Angin yang teramat marah tetntu
sanggup merenggutmu pergi ke tempat jauh,
bahkan sebelum matahari tergelincir
diambang senja. Takdir, barangkali,
semacam permainan melempar
koin logam–saat waktu berputar,
siapa yang tahu mana yang lebih berguna:
sabar menunggu atau sadar memburu
kemungkinan?
Sumber: Pikiran Rakyat, 12 Januari 2016
alangkah indahnya