Usman Arrumy (l. 1990)
Fosforisma
I
Semula huruf itu bermetafor serupa pendar fosfor
manakala atmosfer memercikkan nyala meteor
sebab mereka tahu bahwa dirinya perlu menjadi kata
yang mampu beri penghayatan murni kepada Cinta
II
Dan kata mulanya adalah satu titik yang, lalu berbiak
jika mata pena beranjak bergerak menuju jarak
mungkin berulangkali akan jadi bahasa
atau jadi majas tempat bersuara sintaksis-frasa
III
Lalu kepada kakawin, mereka mendamba masuk ke dalam batin
melingkar bagai cincin, serutin auksin menumbuhkan beringin
Asal kau tahu, rahasia itu lebih luas ketimbang kesepian
lebih gaib tinimbang kebangkitan nisan, lebih bebas dari hujan
IV
Barangkali setiap yang tertera di dalam diri mereka,
merindukan sentuhan lembut sang asmaraloka
setelah sekian lama cuma bertapa di gulita gua;
menjadi tanda baca bagi rima dan hiperbola
V
Hati adalah tempat terbaik bagi kehadiran diri
meresap ke segenap yang sunyi,
dari zaman paling purba mereka khusuk samadi
menghampar dalam sunya-ruri
VI
kadang mereka menghayalkan berbaring dalam kamus
dimana sebagian dirinya tak tertampung oleh hukum-rumus
agar seorang penyair bebas menafsir secara utuh
merubah yang rubuh dari punah ke penuh
VII
mungkin mereka mengharap lesap ke dalam hening
menjelang ke ruang kenang, sesantun embun bening
menghasratkan lidah penyair melepas sebuah nama
tentang puisi yang tak usai diurai pada cinta pertama
VIII
Dan seluruh kata akan kembali kepada cinta
setelah mengembara dari fana ke baka
sebagian mengendap lalu ambyar sewaktu kala
menunggu sampai semesta tak berdaya
IX
Inilah Sembilan bait puisi yang ditulis penyair kampungan
sebuah perjalanan dari kenangan menuju harapan
sembari nyeduh kopi dan nyesep samsu dengan pipa stigi
hurufhuruf itu dikutuk menjadi puisi
Sumber: Mantra Asmara (Hasfa Publishing, Demak, 2014)