• Mata Puisi
  • Vlog Juru Baca
  • Arsip Horison 1966 – 1990
Antologi Hari Puisi

Menu

Skip to content
  • Beranda
    • Esai
    • Buku
    • Puisi
    • Penyair
    • Wawancara
  • Antologi Tumbuh
  • Situs Bagus
  • Daftar (sementara) Penyair

Raudal Tanjung Banua

Puisi: Pulang Aku ke Pantun Lama – Raudal Tanjung Banua

Posted on 10 November 201710 November 2017 by Editor

Raudal Tanjung Banua Kelak, awan berarak dalam pantun lama bukan pertanda air mata. Dan kau yang membaca tidak lagi bernama si anak dagang berdendang malang di kota malam. Seorang penyair […]

Posted in Puisi Tagged Puisi, Raudal Tanjung Banua Leave a comment

Puisi: Jalan-jalan di Bumi – Raudal Tanjung Banua

Posted on 10 November 2017 by Editor

Raudal Tanjung Banua : subagio sastrowardoyo (1924-1995) jalan-jalan di bumi tidak membawa kita pergi dari bumi, hanya menghantar ke dunia sunyi dan kata-kata, di mana terlantar mereka yang tak berdaya […]

Posted in Puisi Tagged Puisi, Raudal Tanjung Banua Leave a comment

Puisi: Taman Rawa – Raudal Tanjung Banua

Posted on 23 Juli 2017 by Editor

Raudal Tanjung Banua I selunak insang ikan gabus, setipis daging ikan lasi sulur-sulur dan akaran bening tumbuh tembus pandang ke lumpur hitam. teratai dan kiambang mengambang bagai gaun hijau terawang, […]

Posted in Puisi Tagged Puisi, Raudal Tanjung Banua Leave a comment

Puisi: Maut Tidak Bertindak Sendiri – Raudal Tanjung Banua

Posted on 23 Juli 2017 by Editor

Raudal Tanjung Banua -untuk Frans Nadjira Benar, maut tidak bertindak sendiri di tanah ini semua tangan bahkan setiap jari bisa jadi sekutu yang akan membelai atau mematahkan tengkukmu Tak ada […]

Posted in Puisi Tagged Puisi, Raudal Tanjung Banua Leave a comment

Puisi: Jalan ke Bukit Penuh Duri – Raudal Tanjung Banua

Posted on 8 Januari 2017 by Editor

Raudal Tanjung Banua — untuk Afrizal Malna Ya, jalan ke bukit sudah berubah dalam langkahku kini; semak-semak meninggi, penuh duri rumput, ilalang pun jelatang berebut tumbuh di celah batu menggores […]

Posted in Puisi Tagged Puisi, Raudal Tanjung Banua Leave a comment

Kategori

  • Agenda (14)
  • Anekdot (10)
  • Apresiasi (1)
  • Buku (10)
  • Dari Kami (6)
  • Esai (129)
  • Lokomoteks (2)
  • Majas (2)
  • Penyair (13)
  • Puisi (1.972)
  • Puitika (3)
  • Wawancara (2)

Arsip

RSS Antologi Hari Puisi

  • Puisi: Candi – Warih Wisatsana (l. 1965)
  • Puisi: Mitomania – Warih Wisatsana (l. 1965)
  • Puisi: Setengah Sendok Makan – Rizki Amir (l. 1995)
  • Puisi: Indeks Penyambung Lidah – Rizki Amir (l. 1995)
  • Puisi: Pudak – Rizki Amir (l. 1995)
  • Puisi: Kota Kematian – Rizki Amir (l. 1995)

Tag

Abdul Hadi WM Acep Zamzam Noor Afrizal Malna Agam Wispi Agenda Amir Hamzah Anekdot Aslan Abidin Asrul Sani Avianti Armand Ayatrohaedi Badruddin Emce bukhari aljauhari Chairil Anwar Dami N. Toda Doddi Ahmad Fauji D Zawawi Imron Esai Frans Nadjira Goenawan Mohamad Hasan Aspahani Hasif Amini HPI2017 HR. Bandaharo J.E. Tatengkeng Korrie Layun Rampan Mh. Rustandi Kartakusuma Muhammad Yamin Nina Minareli Penyair Puisi Putu Vivi Lestari Rendra Rida K. Liamsi Rivai Apin Saini KM Sapardi Djoko Damono Sitok Srengenge Subagio Sastrowardoyo Sutardji Calzoum Bachri Taufiq Ismail Tjak S. Parlan Toeti Heraty Trisno Sumardjo Wiji Thukul

Hari Puisi | Antologi Puisi Indonesia

Lahir seorang besar dan tenggelam beratus ribu. Keduanya harus dicatet, keduanya dapat tempat - "Catetan Th. 1946" - Chairil Anwar

Tulisan Terbaru

  • Puisi: Candi – Warih Wisatsana (l. 1965)
  • Puisi: Mitomania – Warih Wisatsana (l. 1965)
  • Puisi: Setengah Sendok Makan – Rizki Amir (l. 1995)
  • Puisi: Indeks Penyambung Lidah – Rizki Amir (l. 1995)
  • Puisi: Pudak – Rizki Amir (l. 1995)

Kontak Kerjasama

jurubaca@gmail.com (Email) 081218114482 (WA)

Kategori

  • Agenda (14)
  • Anekdot (10)
  • Apresiasi (1)
  • Buku (10)
  • Dari Kami (6)
  • Esai (129)
  • Lokomoteks (2)
  • Majas (2)
  • Penyair (13)
  • Puisi (1.972)
  • Puitika (3)
  • Wawancara (2)

Telusuri Isi

Arsip

Antologi Tumbuh

Situs ini berupaya memuat puisi Indonesia dari titik awal sejauh yang bisa kami telusuri, hingga ke titik paling mutakhir di mana kami yakin puisi tersebut telah atau akan meninggalkan jejak yang  mewakili perkembangan dan pencapaian serta memberi sumbangan yang memperkaya cara ucap dan tema dalam puisi kita.

Sejak 2016 | Dikelola oleh Hasan Aspahani